PENGEMBANGAN POLA
PENGELOLAAN PROGRAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI DAERAH
PENDAHULUAN
Latar Belakang
GBHN 1993 telah mengamanatkan secara
tegas bahwa orientasi pembangunan ditekankan kepada pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya menuju terciptanya kemakmuran yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia; sebagaimana tercermin di dalam urutan trilogi
pembangunan baik dalam Repelita V maupun dalam Repelita VI.
Sejalan dengan tujuan pemerataan
pembangunan dan pengentasan kemiskinan tersebut di atas, maka sejak dari
awal Repelita V telah dicanangkan Program Pengembangan Wilayah Terpadu;
atau yang lebih dikenal dengan PPWT. Pendekatan PPWT ini pada hakekatnya
merupakan upaya penanggulangan di wilayah-wilayah khusus di perdesaan dan
permukiman kumuh perkotaan yang bersifat lintas sektoral dan sekaligus
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan
di daerah-daerah yang relatif tertinggal.
Pelaksanaan PPWT didasarkan pada
Inmendagri No. 14 tahun 1990 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pengembangan
Wilayah Terpadu dalam rangka Pembangunan Daerah, dan Surat Mendagri No.
050/1402/Bangda tanggal 5 Juni 1993 perihal Panduan Operasional Inmendagri
No. 14 Tahun 1990.
Program kerjasama luar negeri yang
berbasis pengembangan wilayah, yang dikenal dengan program pengembangan
wilayah (PPW) berbantuan luar negeri, telah dilaksanakan di Indonesia sejak
dekade 80-an, yang dalam perkembangannya hingga saat ini telah menunjukkan
kinerja yang semakin meningkat, baik secara cakupan program lintassektoral
yang terkait maupun dari jumlah dana yang dialokasikan.
Pemantauan dan evaluasi yang dilakukan
pihak Departemen Dalam Negeri terhadap pelaksanaan proyek-proyek dengan
pendekatan IAD tersebut menunjukkan kinerja yang sangat memuaskan, sehingga
pendekatan PPWT dianggap yang paling sesuai untuk diterapkan dalam rangka
pembangunan wilayah dan sekaligus menanggulangi kemiskinan pada wilayah
yang bersangkutan. Pada dasarnya, penjabaran PPWT di lapangan selama Repelita
V telah diimplementasikan ke dalam bentuk berbagai program pengembangan
wilayah yang berorientasi pada upaya pengembangan kawasan-kawasan yang
relatif masih tertinggal dan sekaligus mengupayakan percepatan penanggulangan
kemiskinan, dengan mengacu secara formal pada Inmendagri No. 14 Tahun 1990
tentang PPWT.
Selama Repelita V hingga tahun
ketiga Repelita VI, jumlah dan jenis proyek PHLN yang dilaksanakan di daerah
sangat banyak dan beragam, dan tersebar antardaerah. Selain itu, ditinjau
dari segi sumber pembiayaannya, proyek-proyek PHLN tersebut bersumber dari
berbagai donor, baik melalui kerjasama ekonomi yang sifatnya bilateral
(seperti JICA, OECF, AusAID, GTZ, CIDA, dan USAID) maupun kerjasama ekonomi
yang bersifat multilateral (seperti dari UNDP, ADB, IDB, dan IBRD).
Ditinjau dari luasnya cakupan kegiatan
dan wilayah yang terkait dengan pengelolaan PPWT berbantuan luar negeri
di daerah, maka fungsi koordinasi menjadi sangat penting dan vital. Dalam
hal ini, peran dan tanggung jawab dari Bappenas bersama-sama dengan Ditjen
Pembangunan Daerah (Bangda) Departemen Dalam Negeri dan Ditjen Anggaran
Departemen Keuangan sangat penting dalam melakukan koordinasi kelembagaan
di tingkat pusat dan daerah yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dengan pengelolaan proyek-proyek PPWT di daerah. Belum lagi apabila
ditinjau dari sisi pihak penyandang dana (lender/donor) yang cukup beragam
dan memiliki kekhususan, maka fungsi koordinasi pengelolaan PPWT ber-BLN
menjadi semakin perlu untuk lebih ditingkatkan.
Masalah Pokok
Berdasarkan uraian di atas yang
menunjukkan sangat kompleks dan luasnya kegiatan pengelolaan program pengembangan
wilayah terpadu berbantuan luar negeri tersebut, maka masalah pokok yang
disoroti disini adalah masih belum adanya suatu petunjuk pelaksanaan (juklak)
dan petunjuk teknis (juknis) yang operasional dalam pengelolaan dan pengendalian
PPWT ber-BLN di daerah.
Pengertian dan Lingkup Bahasan
Dalam pembahasan selanjutnya beberapa
pengertian dan istilah yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut, seperti
antara lain:
-
Program Pengembangan Wilayah terpadu
(PPWT), yang menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1990
adalah program pengembangan wilayah yang dilaksanakan secara terpadu dengan
pendekatan perwilayahan dan ditujukan untuk mengembangkan wilayah yang
bersifat khusus secara lintassektoral dan dalam upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di wilayah yang bersangkutan.
-
Pendekatan PPWT ini pada hakekatnya
merupakan upaya penanggulangan di wilayah-wilayah khusus di perdesaan dan
permukiman kumuh perkotaan yang bersifat lintas sektoral dan sekaligus
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan
di daerah-daerah yang relatif tertinggal.
-
PPWT dilaksanakan dengan fokus kawasan
pengembangan seperti:
-
pengembangan wilayah kepulauan,
-
pengembangan konservasi lahan kritis,
-
pengembangan kawasan penyangga,
-
pengembangan sosial budaya pembinaan
masyarakat terasing,
-
pengembangan wilayah perbatasan.
-
PPWT berbantuan luar negeri adalah
pelaksanaan program pengembangan wilayah yang dibiayai melalui pinjaman/hibah
luar negeri (PHLN) baik secara bilateral maupun multilateral, serta membutuhkan
penyediaan dana pendamping/penunjang yang bersumber dari APBN dan/atau
APBD Tingkat I dan APBD Tingkat II.
KEADAAN SEKARANG
Perkembangan program pengembangan
wilayah (PPW) berbantuan luar negeri hingga saat ini telah menunjukkan
kinerja yang semakin meningkat, baik secara cakupan program lintassektoral
yang terkait maupun dari jumlah dana yang dialokasikan.
Secara historis, sebenarnya PPW
sebagai suatu pendekatan pengembangan wilayah yang dilakukan secara terpadu
(integrated area development/IAD/PPWT) sendiri dikembangkan setelah
dilaksanakannya beberapa proyek pembangunan wilayah propinsi yang mendapatkan
bantuan luar negeri pada dekade 1980-an, seperti (i) proyek Provincial
Development Project (PDP) yang pelaksanaannya memperoleh bantuan dari
USAID, (ii) proyek Yogyakarta Rural Development yang berbantuan
Bank Dunia (yang dilanjutkan dengan proyek Yogyakarta Upland Area Development),
(iii) proyek Sulawesi Regional Development yang berbantuan Pemerintah
Canada (CIDA), (iv) proyek Nusa Tenggara Timur Integrated Area Development
(NTTIADP) yang berbantuan Pemerintah Australia (AIDAB), dan (v) proyek
Cendrawasih Coastal Area Development (CCAD) yang berbantuan UNDP.
Selama Repelita V hingga tahun
kedua Repelita VI, jumlah dan jenis proyek PHLN yang dilaksanakan di daerah
sangat banyak dan beragam, dan tersebar antardaerah. Selain itu, ditinjau
dari segi sumber pembiayaannya, proyek-proyek PHLN tersebut bersumber dari
berbagai donor, baik melalui kerjasama ekonomi yang sifatnya bilateral
(seperti JICA, OECF, AusAID, GTZ, CIDA, dan USAID) maupun kerjasama ekonomi
yang bersifat multilateral (seperti dari UNDP, ADB, IDB, dan IBRD).
Ditinjau dari segi sebaran antarkomponen
di Depdagri, terlihat bahwa Ditjen Bangda relatif mendominasi sebagian
besar proyek PHLN yang dilaksanakan selama ini, dan secara substansial
jenis proyek PPW (program pengembangan wilayah) merupakan yang paling umum
dilaksanakan oleh pemerintah daerah selaku implementing agency.
Selanjutnya ditinjau dari segi sebaran antardaerah, dapat dilihat bahwa
sebaran regional dari proyek-proyek PPW PHLN selama ini menunjukkan besarnya
atensi donor pada propinsi-propinsi di wilayah KTI, walaupun masih terdapat
beberapa propinsi di wilayah KBI yang juga memperoleh kesempatan untuk
melaksanakan proyek PPW PHLN di daerahnya masing-masing. Dengan lebih banyaknya
porsi wilayah KTI tersebut sekaligus menunjukkan bahwa pelaksanaan proyek-proyek
PPW PHLN tersebut lebih diarahkan pada upaya pemerataan pembangunan.
Khususnya untuk tiga tahun pertama
Repelita VI, proyek-proyek PPW PHLN yang dikelola di lingkungan Depdagri
dan dilaksanakan oleh Pemda menunjukkan sebaran yang masih relatif didominasi
oleh propinsi-propinsi di wilayah KTI, yaitu dari 22 propinsi pelaksana
hanya 7 propinsi yang berada di wilayah KBI. Dilihat dari sumber pendanaannya
terlihat pula bahwa ternyata proyek hibah (grant) lebih mendominasi
proyek-proyek PPW PHLN yang dilaksanakan dalam dua tahun terakhir ini,
dibandingkan dengan proyek yang bersumber dari pinjaman (loan).
Juga ditunjukkan bahwa proyek PPW yang bersumber dananya dari loan hanya
dari IDB, ADB, dan IBRD; sedangkan yang bersumber dari grant relatif lebih
banyak dan beragam sumbernya, seperti dari GTZ, JICA, UNDP, dan AIDAB (AusAID).
Berdasarkan identifikasi yang telah
dilakukan atas dasar hasil pengamatan, pemantauan dan supervisi terhadap
berbagai proyek PPW PHLN yang sedang dilaksanakan, dapat disarikan isyu
dan permasalahan pokok yang dihadapi baik pada tingkat pengelola di Pusat
maupun di daerah, yaitu masalah masih rendahnya keterpaduan dalam pengelolaan
dan pembiayaan PPW di daerah dalam setiap tahap pengelolaan proyek: (a)
perencanaan dan persiapan, (b) pelaksanaan (implementasi), (c) pemantauan
dan pengawasan, serta (d) keberlanjutan dan pemeliharaan kegiatan.
Dari permasalahan pokok di atas,
dapat ditemukenali pula beberapa masalah khusus yang dihadapi dalam pengelolaan
proyek-proyek PPW di tingkat pusat maupun daerah, yang antara lain dapat
dikemukakan sebagai berikut:
-
masalah rendahnya pemahaman pengelola
terhadap dokumen proyek yang sering menunjukkan adanya ketidaksesuaian
antara arahan dokumen proyek awal dengan kondisi riil di lapangan sehingga
membutuhkan penyesuaian dan penyempurnaan lebih lanjut.
-
masalah belum adanya petunjuk pelaksanaan
(juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dalam pengelolaan PPWT berbantuan
luar negeri di pusat dan daerah, sehingga sering ditemui kerancuan dari
para pengelola proyek dalam melaksanakan kegiatan di tingkat lapangan,
serta juga pada tingkat pembina di Pusat yang dalam melakukan pembinaan
dan pengendalian sering menemui permasalahan dengan adanya perbedaan persepsi
dan langkah kebijaksanaan yang masih relatif parsial sektoral dan belum
terpadu..
-
masalah rendahnya keterpaduan dengan
program dan proyek sektoral dan daerah lainnya, seperti Inpres (Dati I,
Dati II, Bangdes), nampaknya belum sepenuhnya dipertimbangkan keterkaitannya
dan relatif masih berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya keterpaduan di
dalam perencanaan dan pelaksanaannya.
-
masalah rendahnya komitmen kelembagaan
terkait, yang tidak hanya terkait dengan instansi pengelola (penanggung
jawab) namun juga instansi lain yang terkait secara tidak langsung yang
biasanya relatif kecil komitmennya walaupun peranannya cukup penting.
Dari keempat permasalahan di atas,
dipilih salah satu permasalahan pokok yang sangat relevan dan representatif
terhadap permasalahan lainnya, yaitu masih belum tersedianya juklak dan
juknis yang baku dalam pengelolaan dan pembinaan PPWT di tingkat pusat
dan daerah yang akan dijadikan acuan bagi seluruh pengelola dan pihak/instansi
yang terkait dengan pengelolaan PPWT baik di tingkat pusat maupun daerah.
KEADAAN YANG DIINGINKAN
Sebagai salah satu konsekuensi
terhadap adanya proyek berbantuan luar negeri, khususnya untuk proyek-proyek
PPW yang berbantuan luar negeri, adalah perlunya disediakan dana pendamping
rupiah murni yang dialokasikan di tingkat pusat maupun daerah. Dana pendamping
atau penunjang rupiah murni tersebut diperlukan sebagai komitmen penyertaan
dana GOI sebagai syarat untuk menarik dana pinjaman/hibah luar negeri (PHLN)
atau menunjang kegiatan yang dibiayai PHLN. Sumber pendanaan pendamping/penunjang
PHLN dapat berupa dana sektoral pusat (DIP APBN) dan daerah (DIPDA), baik
yang bersumber dari APBD (PAD) murni maupun yang dibantu pusat melalui
dana bantuan pembangunan daerah (Inpres Dati I, Dati II, dan Inpres Bangdes).
Di dalam perkembangannya, dimaklumi
keterbatasan kemampuan kontribusi daerah untuk dapat mendampingi PHLN yang
dialokasikan kepada daerah, oleh sebab itu sejak tahun kedua Repelita V
yang lalu pemerintah pusat telah menerapkan suatu pola bantuan pendanaan
tambahan kepada daerah (tingkat I dan tingkat II) yang dimaksudkan dapat
menjadi stimulan awal terhadap kontribusi pendanaan yang berasal dari dana
asli daerah.
Pola bantuan pendanaan tambahan
tersebut dinamakan dengan dana ontop pendamping/penunjang proyek-proyek
PHLN yang dilaksanakan di daerah, yang dialokasikan kepada dati I untuk
selanjutnya didistribusikan kepada dati II pelaksana, dengan terlebih dahulu
tercatat dalam APBD Tk. I dan dialokasikan kepada dati II pelaksana melalui
2P0A (subsidi daerah bawahan). Karena selama ini alokasi dana ontop PPW
ber-BLN bersumber dari bagian 16 (pembiayaan dan perhitungan) yang termasuk
ke dalam Program Pembangunan Dati I (09.1.03), maka alokasi dana tersebut
diperuntukkan sebagai tambahan dana dalam Inpres Dati I.
Dalam lima tahun terakhir, alokasi
pendanaan ontop pendamping/penunjang PHLN untuk proyek-proyek PPW ber-BLN
mengalami pasang surut pendanaannya, yang sangat ditentukan dengan tumbuh
dan hilangnya beberapa proyek yang memang secara komitmen sudah selesai
atau baru dilaksanakan. Jumlah pendanaannya sendiri berfluktuasi dengan
kisaran antara Rp10.000 juta hingga Rp15.000 juta.
Untuk tahun anggaran 1997/98 mendatang,
dengan adanya penambahan beberapa proyek baru ber-BLN yang dimasukkan ke
dalam rancangan pembiayaan ontop bagi penyediaan dana pendamping/penunjang
PHLN di daerah, secara keseluruhan terdapat 23 proyek PPWT berbantuan luar
negeri yang akan dilaksanakan secara tersebar di 23 propinsi pada TA 1997/98
mendatang.
Dalam rangka lebih meningkatkan
kinerja pengelolaan PPWT berbantuan luar negeri yang sangat membutuhkan
keterpaduan dan koordinasi secara lintassektoral dan lintaslembaga serta
lintasadministratif, diperlukan suatu upaya terobosan dan penyempurnaan
yang meliputi:
-
perlu ditingkatkannya pemahaman pengelola
terhadap dokumen proyek yang memerlukan justifikasi (adjustment)
dan penyempurnaan lebih lanjut di tingkat lapangan, dengan mempertimbangkan
adanya ketidaksesuaian arahan dokumen proyek awal dengan kondisi riil di
lapangan.
-
perlu disusunnya suatu petunjuk pelaksanaan
(juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dalam pengelolaan PPWT berbantuan
luar negeri di pusat dan daerah, yang dibutuhkan bagi seluruh pihak yang
terkait sebagai acuan kerja dalam pengelolaan dan pelaksanaan proyek, serta
dalam melakukan pembinaan dan pengendaliannya.
-
perlu semakin ditingkatkannya keterpaduan
dalam pengelolaan PPWT berbantuan luar negeri dengan program dan proyek
sektoral dan daerah lainnya yang terkait, seperti Inpres (Dati I, Dati
II, Bangdes), dalam rangka lebih meningkatkan dayaguna dan hasilguna baik
dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pengendaliannya.
-
perlu semakin ditingkatkannya komitmen
dan kepedulian kelembagaan terkait, baik dalam kaitannya dengan penyediaan
dana pendamping secara sektoral dan daerah, maupun dalam melakukan pengendalian
dan pembinaan secara terpadu dan komprehensif.
Dari keempat sasaran di atas, dipilih
salah satu sasaran yang memiliki urjensi dan relevansi paling tinggi dibandingkan
dengan tiga sasaran lainnya, yaitu dalam rangka mewujudkan suatu juklak
dan juknis pengelolaan PPW yang dapat dijadikan acuan baku bagi para pembina
dan pengelola proyek PPWT berbantuan luar negeri baik di tingkat pusat
maupun daerah, dalam melakukan pembinaan dan pengendalian secara lebih
berhasilguna dan berdayaguna.
IDENTIFIKASI MASALAH DAN PEMECAHANNYA
Identifikasi Masalah
Berdasarkan pembahasan atas kondisi
saat ini, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dilakukan identifikasi
atas permasalahan yang ada saat ini yang menyebabkan belum tercapainya
kondisi-kondisi yang diinginkan, seperti yang dikemukakan sebelumnya.
Masalah utama yang dapat mengakibatkan
rendahnya hasilguna dan dayaguna pengelolaan Program Pengembangan Wilayah
(PPW) di daerah adalah belum adanya keterpaduan dan koordinasi dalam pengelolaan
PPW di daerah, khususnya dalam pengelolaan PPWT yang berbantuan luar negeri.
Penyebab dari timbulnya masalah
utama dapat ditemukenali dalam 4 (empat) masalah pokok, yaitu:
-
masalah rendahnya pemahaman pengelola
terhadap dokumen proyek yang sering menunjukkan adanya ketidaksesuaian
antara arahan dokumen proyek awal dengan kondisi riil di lapangan sehingga
membutuhkan penyesuaian dan penyempurnaan lebih lanjut.
-
masalah belum adanya petunjuk pelaksanaan
(juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dalam pengelolaan PPWT berbantuan
luar negeri di pusat dan daerah, sehingga sering ditemui kerancuan dari
para pengelola proyek dalam melaksanakan kegiatan di tingkat lapangan,
serta juga pada tingkat pembina di Pusat yang dalam melakukan pembinaan
dan pengendalian sering menemui permasalahan dengan adanya perbedaan persepsi
dan langkah kebijaksanaan yang masih relatif parsial sektoral dan belum
terpadu.
-
masalah rendahnya keterpaduan dengan
program dan proyek sektoral dan daerah lainnya, seperti Inpres (Dati I,
Dati II, Bangdes), nampaknya belum sepenuhnya dipertimbangkan keterkaitannya
dan relatif masih berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya keterpaduan di
dalam perencanaan dan pelaksanaannya.
-
masalah rendahnya komitmen kelembagaan
terkait, yang tidak hanya terkait dengan instansi pengelola (penanggung
jawab) namun juga instansi lain yang terkait secara tidak langsung yang
biasanya relatif kecil komitmennya walaupun peranannya cukup penting.
Dari keempat permasalahan di atas,
dipilih salah satu permasalahan pokok yang sangat relevan dan representatif
terhadap permasalahan lainnya, yaitu masih belum tersedianya juklak dan
juknis yang baku dalam pengelolaan dan pembinaan PPWT di tingkat pusat
dan daerah yang akan dijadikan acuan bagi seluruh pengelola dan pihak/instansi
yang terkait dengan pengelolaan PPWT baik di tingkat pusat maupun daerah.
Dalam upaya untuk mewujudkan suatu
juklak dan juknis pengelolaan dan pengendalian PPWT di tingkat pusat dan
daerah, permasalahan yang dihadapi dapat ditemukenali sebagai berikut:
-
Belum mantapnya koordinasi yang dilakukan
antarinstansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah dalam pengelolaan
dan pengendalian PPWT, khususnya yang berbantuan luar negeri.
-
Masih relatif rendahnya komitmen dan
kepedulian instansi pembina pusat terhadap pengendalian dan pembinaan pengelolaan
PPWT di daerah.
-
Masih rendahnya intensitas dan kualitas
koordinasi dan konsultasi antara pengelola dan pembina PPWT berbantuan
luar negeri di tingkat pusat dan daerah dengan pihak penyandang dana PHLN
(pinjaman dan hibah luar negeri), baik yang bersifat bilateral maupun multilateral.
-
Masih belum terpadu dan terkoordinasinya
pola dan sumber pembiayaan kegiatan PPWT di tingkat pusat dan daerah.
Melihat beberapa permasalahan tersebut
di atas, maka pembahasan selanjutnya akan dititikberatkan kepada terwujudnya
suatu koordinasi dan konsultasi yang intensif dan berkualitas antara instansi
pusat dan daerah dengan pihak donor PHLN, dalam rangka memantapkan upaya
penyusunan juklak dan juknis baku yang akan diacu bersama baik oleh instansi
pengelola dan pengendali maupun oleh pihak donor PHLN, yang masing-masing
memiliki kekhususan dalam pola dan administrasi pengelolaan dan pembiayaan
PPWT di tingkat pusat dan daerah.
Pencapaian sasaran yang diharapkan
Salah satu sasaran yang diharapkan
dalam rangka mewujudkan keterpaduan dan koordinasi yang baik dalam pengelolaan
PPWT di daerah dan pusat, adalah tersusunnya suatu juklak dan juknis baku
bagi pedoman pengelolaan dan pengendalian PPWT di daerah dan pusat.
Sasaran itu diharapkan dapat dicapai
melalui antara lain:
-
Terwujudnya peningkatan dan semakin
mantapnya koordinasi yang dilakukan antarinstansi terkait baik di tingkat
pusat maupun daerah dalam pengelolaan dan pengendalian PPWT, khususnya
yang berbantuan luar negeri.
-
Terwujudnya peningkatan komitmen dan
kepedulian instansi sektoral di tingkat pusat maupun jajaran vertikalnya
di daerah terhadap pengendalian dan pembinaan pengelolaan PPWT di daerah.
-
Terselenggaranya intensitas dan kualitas
koordinasi dan konsultasi yang semakin baik dan berhasilguna antara pengelola
dan pembina PPWT berbantuan luar negeri di tingkat pusat dan daerah dengan
pihak penyandang dana PHLN (pinjaman dan hibah luar negeri), baik yang
bersifat bilateral maupun multilateral.
-
Terwujudnya keterpaduan dalam pola
dan administrasi pembiayaan PPW di tingkat pusat dan daerah, yang terutama
diharapkan dapat diwujudkan melalui kesamaan dan keseragaman nomenklatur
sektor dan program pembiayaan pembangunan antara pusat (APBN) dengan daerah
(APBD).
Alternatif Pemecahan Masalah
Dalam upaya mewujudkan sasaran
tersebut di atas, beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut:
-
Melakukan koordinasi antarinstansi
terkait dalam pembinaan dan pengelolaan PPWT berbantuan luar negeri baik
di tingkat pusat maupun daerah. Koordinasi antarinstansi terkait yang dimaksudkan
disini adalah yang bersifat horizontal, vertikal, maupun diagonal. Salah
satu upaya pendukungnya adalah melalui penyempurnaan piranti koordinasi
perencanaan pembangunan sektoral dan daerah, yang juga terkait dengan perencanaan
dan pengendalian PPWT. Piranti koordinasi yang dimaksud disini adalah format
atau standar perencanaan yang dapat diacu oleh para aparat perencana di
tingkat pusat dan daerah, sehingga dapat dihindari kerancuan dari adanya
berbagai versi dan format perencanaan dan pengendalian. Adanya acuan yang
sama, jelas, dan operasional akan lebih memudahkan koordinasi penyusunan
rencana sektoral dan daerah secara terpadu antara instansi pusat dan daerah
yang terkait dengan pengelolaan dan pembinaan PPWT.
-
Meningkatkan komitmen dan kepedulian
instansi sektoral di tingkat pusat maupun jajarannya di daerah dalam melakukan
pembinaan dan pengendalian terhadap pengelolaan PPWT di daerah. Salah satu
upaya penting yang sejalan dengan upaya untuk meningkatkan komitmen dan
kepedulian instansi sektoral terhadap program pembangunan aerah, adalah
melalui penyempurnaan mekanisme perencanaan pembangunan tahunan daerah
dalam rangka sekaligus untuk menyelaraskan perencanaan pembangunan tahunan
yang dilakukan antara pemerintah daerah dengan instansi sektoral di tingkat
pusat. Peningkatan hasilguna dari penyelenggaraan mekanisme P5D tersebut
diharapkan dapat makin mengurangi ketidakkonsistenan dan ketidaksesuaian
antara usulan pemerintah daerah dengan usulan dari departemen/LPND pusat,
dengan adanya kesamaan persepsi dan pemahaman terhadap hakekat pembangunan
nasional dan daerah secara terpadu dan menyeluruh.
-
Menyelenggarakan suatu forum koordinasi
dan konsultasi antara instansi pengelola dan pengendali di tingkat pusat
dan daerah dengan pihak penyandang dana (donor) PHLN, yang pada kenyataannya
masing-masing memiliki prosedur dan mekanisme tersendiri dalam pola dan
administrasi pengelolaan dan pembiayaan kegiatan proyek berbantuan luar
negeri. Penyelenggaraan dari suatu forum koordinasi dan konsultasi tersebut
diharapkan dapat menghasilkan suatu kesamaan pemahaman dan persepsi dalam
pola pengelolaan dan administrasi pembiayaan proyek-proyek yang berbantuan
luar negeri tersebut. Dengan adanya kesamaan persepsi dan pengertian diantara
kedua belah pihak, diharapkan dapat diwujudkan suatu juklak dan juknis
yang terpadu dan menyeluruh serta dapat diterima oleh kedua belah pihak
yang berkepentingan (pemerintah Indonesia dan pihak donor PHLN).
-
Meningkatkan keterpaduan pola pembiayaan
PPW di tingkat pusat dan daerah, khususnya dalam kaitannya dengan upaya
untuk mewujudkan keseragaman nomenklatur sektoral dan program antara sumber
pendanaan dari pusat (APBN) dan daerah (APBD) yang diperlukan dalam penyediaan
dana pendamping bagi dana PHLN yang disalurkan pihak donor bagi pelaksanaan
proyek di lapangan. Penyamaan nomenklatur antara APBD dan APBN tersebut
diharapkan dapat meningkatkan keserasian dan keselarasan serta keterpaduan
langkah-langkah kegiatan perencanaan sektoral dan regional secara lebih
berdayaguna dan berhasilguna antara pusat dengan daerah. Selain itu, dikaitkan
dengan pelaksanaan program-program pembangunan lainnya di daerah, baik
program sektoral, regional, maupun program khusus lainnya seperti Program
IDT, komitmen dan kepedulian Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan PPWT
sangat diharapkan dukungannya, terutama dalam penyediaan sumber pendanaan
pendamping dan penunjang PPWT dari APBD Tingkat I dan II, baik sebagai
modal awal (initial capital), dana pendukung (supplementary fund),
dana pelengkap (complementary fund), atau dana lanjutan (sustaining
fund) bagi kegiatan yang dibiayai secara sektoral, regional, dan khusus,
serta BLN yang dilaksanakan di masing-masing daerah.
Langkah-Langkah Kegiatan Pencapaian
Sasaran
Bertitik tolak dari keempat alternatif
yang dipaparkan di atas, maka dengan pertimbangan pentingnya untuk segera
diwujudkannya suatu juklak dan juknis pengelolaan dan pengendalian PPWT
di daerah, khususnya yang berbantuan luar negeri, maka dipilih kegiatan
yang dianggap paling mendesak untuk dilaksanakan pada tahap awal, yaitu
melalui penyelenggaraan forum koordinasi dan konsultasi dalam pengelolaan
PPW di daerah yang akan diikuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan
pengelolaan dan pengendalian PPW baik dari pusat maupun daerah, serta dengan
melibatkan pihak donor PHLN baik yang bilateral maupun multilateral.
KESIMPULAN
Melalui penerapan suatu model/pola
pengelolaan PPW yang terpadu dan komprehensif, dengan didasarkan pada uraian
pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
-
Dalam rangka mewujudkan kinerja pengelolaan
dan pengendalian program pengembangan wilayah terpadu (PPWT) di daerah,
khususnya yang berbantuan luar negeri, yang berdayaguna dan berhasilguna,
diperlukan adanya keterpaduan dan koordinasi yang baik dalam pengelolaan
dan pengendalian yang dilakukan oleh berbagai instansi terkait baik di
tingkat pusat maupun daerah.
-
Koordinasi yang dilakukan, baik secara
horizontal, vertikal maupun diagonal, sangat diperlukan tidak hanya dalam
pengelolaan proyek di tingkat lapangan (daerah), namun juga dalam kaitannya
dengan pengendalian dan pembinaan yang dilakukan oleh pembina dan pengendal
di tingkat pusat, serta sekaligus terkait pula dengan pola dan administrasi
pembiayaan yang diperlukan keterpaduannya diantara sumber pembiayaan yang
digunakan, baik dari pusat (APBN), daerah (APBD) dan sumber bantuan/pinjaman
luar negeri (PHLN).
-
Dalam rangka menjamin suatu keterpaduan
dan koordinasi yang baik, sangat diperlukan adanya suatu dokumen acuan
yang dapat dijadikan pedoman bersama oleh seluruh pihak yang terlibat,
baik bagi tingkat pusat, daerah, maupun bagi pihak donor PHLN sendiri,
yaitu dalam bentuk petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis)
pengelolaan dan pengendalian PPWT berbantuan luar negeri.
-
Untuk mewujudkan suatu juklak dan
juknis yang dapat diterima bersama dan dapat menampung berbagai kekhususan
karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing pihak, baik secara prosedural,
fungsional, maupun administratif, maka diperlukan suatu forum koordinasi
dan konsultasi yang intensif dan berhasilguna diantara pihak-pihak terkait,
terutama antara pemerintah Indonesia dengan pihak donor asing PHLN.
-
Dalam rangka itu, akan dilaksanakan
suatu forum koordinasi dan konsultasi pengelolaan PPW yang akan diikuti
oleh seluruh pihak yang terkait dengan pengelolaan dan pengendalian serta
pembiayaan PPWT berbantuan luar negeri.
Demikian beberapa hal pokok yang dapat
disampaikan dalam rangka pemantapan program pengembangan wilayah khususnya
yang berbantuan luar negeri di daerah.
Terima kasih.
Cisarua, 3 Maret
1997