PROPINSI
DAERAH TINGKAT I
NUSA
TENGGARA TIMUR
TINJAUAN
PARUH WAKTU
REPELITA
VI
I. SASARAN REPELITA VI
A. BIDANG EKONOMI
Sasaran pembangunan di bidang ekonomi
dalam Repelita VI Propinsi NTT adalah tercapainya laju pertumbuhan PDRB
nonmigas yang diperkirakan rata-rata sekitar 7,1 persen per tahun. Pertumbuhan
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan berdasarkan skenario
R2 sekitar 5,3 persen per tahun. Angka pertumbuhan sebesar 7,1 persen akan
didukung oleh laju pertumbuhan sektoral yang terus dipacu masing-masing
sbb. : sektor pertanian rata-rata sekitar 4,40 persen, sektor industri
nonmigas sekitar 17,64 persen; sektor listrik dan air minum sekitar 7,94
persen, sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya sekitar 17,83 persen;
sektor perdagangan sekitar 5,89 persen; pengangkutan dan komunikasi sekitar
7,97 persen; sektor pertambangan dan penggalian sekitar 7,88 persen, sektor
bangunan dan konstruksi sekitar 0,02 persen, sektor pemerintahan sekitar
8,65 persen, sektor jasa-jasa sekitar 6,04 persen, dan sewa rumah sekitar
2,64 persen.
Untuk mencapai pertumbuhan rata-rata
minimal tersebut diatas, maka perubahan struktur perekonomian NTT pada
akhir Repelita VI yang merupakan kontribusi sektoral direncanakan sebagai
berikut : sektor pertanian 42,30 persen, sektor pertambangan dan penggalian
0,62 persen, sektor industri 2,13 persen, sektor listrik dan air minum
3,64 persen,, sektor perdagangan 12,23 persen, sektor pengangkutan dan
komunikasi 10,08 persen, sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya
3,74 persen, sewa rumah 1,91 persen, sektor pemerintahan 20,65 persen dan
sektor jasa-jasa 1,87 persen.
Dengan ssasaran laju pertumbuhan
PDRB seperti tersebut di atas, maka pendapatan per kapita di Propinsi NTT
diperkirakan dapat mencapai sekitar Rp. 799,9 ribu pada akhir Repelita
VI dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja yang mencapai 3,9 persen diharapkan
akan bertambahnya kesempatan kerja baru untuk sebanyak 289,4 ribu orang.
B. BIDANG SOSIAL BUDAYA
Sasaran pembangunan bidang sosial
budaya adalah meningkatnya derajat kesehatan melalui peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan yang makin menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk
kesehatan lingkungan, peningkatan kesehatan lingkungan, peningkatan gizi
masyarakat dan peningkatan jangkauan pelayanan air bersih secara merata,
peningkatan usia harapan hidup dari 60,9 tahun pada tahun 1993 menjadi
68,4 tahun, dan penurunan angka kematian bayi menjadi 47 per seribu kelahiran
hidup pada akhir Repelita VI. Demikian juga menurunnya laju pertumbuhan
penduduk dari 1,79 persen pada tahun 1993 menjadi 1,52 persen pada Akhir
Repelita VI, angka fertilitas menurun menjadi 2,99 persen, angka kematian
kasar menurun menjadi 5 orang, angka pertambahan alamian menjadi 1,68 persen
dan angka kelahiran kasar menjadi 23,4 persen, makin merata, meluas dan
meningkatnya kualitas pendidikan dasar dan kejuruan; meningkatnya angka
partisipasi kasar sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) termasuk madrasah
tsanawiyah (MTs) dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) termasuk madrasah
aliyah (MA) masing-masing menjadi sekitar 51,5 persen dan sekitar 29,4
persen; serta dimulainya pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun.
C. BIDANG FISIK DAN PRASARANA
Sasaran pembangunan fisik dan prasarana
adalah meningkatnya ketersediaan prasarana dan sarana ekonomi secara memadai,
merata dan efisien, terutama berkembangnya sistem transportasi antarmoda
yang terpadu sehingga mampu meningkatkan aksesibilitas wilayah propinsi
ini; meningkatnya keikutsertaan dunia usaha dan masyarakat dalam kegiatan
produktif; meningkatnya produktivitas tenaga kerja setempat di sektor pertanian,
industri, dan jasa; dan meningkatnya PAD, termasuk di daerah tingkat II
yang relatif tertinggal. Meningkatnya pemeliharaan dan pengembangan jaringan
serta kualitas jalan negara jalan propinsi dan jalan kabupaten, agar tetap
dalam kondisi mantap demi kelancaran arus transportasi. Sementara itu jalan-jalan
di perdesaan perlu dibangun dan ditingkatkan untuk lebih meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat di perdesaan dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi
masyarakat dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah.
Panjang jalan menurut tingkat pembinaan
adalah panjang jalan negara sekitar 1.184,99 km jalan propinsi 1.609,4
km, jalan kabupaten 11.286,1 km, sedangkan jembatan negara sebanyak 517
buah (6.434 m), jembatan propinsi sebanyak 378 buah (4.527 m), dan jembatan
kabupaten sebanyak 1.828 buah (25.147 m).
Pembangunan sektor transportasi
dalam Repelita VI di Propinsi NTT, diarahkan pada peningkatan dan pembangunan
prasarana dan sarana jalan dan jembatan yang ada untuk mendukung kegiatan
masyarakat terutama dalam kegiatan usaha meningkatkan keterkaitan antara
industri dan pertanian, meningkatkan hubungan dan mobilisasi barang dan
jasa pada umumnya, serta mengembangkan pola pembangunan jaringan jalan
dan jembatan, dalam memenuhi kebutuhan dassar masyarakat dan merangsang
pengembangan kawasan-kawasan potensial.
Laju pertumbuhan sektor transportasi
darat diharapkan pada Repelita VI minimal sekitar 17,96 persen per tahun.
II. HASIL PEMBANGUNAN SELAMA 3
TAHUN REPELITA VI (1994/95 - 1996/97)
A. BIDANG EKONOMI
-
Berdasarkan harga konstan 1993, laju
pertumbuhan ekonomi pada periode 1993-1996 telah mencapai 8,86 persen rata-rata
per tahun. Pencapaian laju pertumbuhan tersebut dapat dikategorikan telah
lebih tinggi dari target yang direncanakan dalam Repelita VI sebesar 7,1
persen. Perkembangan yang terjadi dari akhir Repelita V sampai dengan tahun
kedua Repelita VI (1993 - 1995) sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan
cukup tinggi adalah sektor-sektor pertanian mencapai sekitar 5,0 persen,
pertambangan dan penggalian non migas 13,5 persen, industri non migas mencapai
sekitar 9,6 persen, jasa-jasa sekitar 11,2 persen. Hal ini sesuai dengan
kebijaksanaan pemerintah daerah yang terus berusaha untuk memacu sektor-sektor
tersebut.
-
Meskipun perkembangannya lambat, telah
terjadi transformasi struktur ekonomi, dimana sumbangan sektor pertanian
masih cukup dominan dalam penciptaan pendapatan masyarakat. Pada tahun
1994 peranan sektor pertanian mencapai 40,03 persen menurun menjadi 38,14
persen pada tahun 1995. Sedangkan peranan non pertanian meningkat dari
59,97 persen (termasuk peranan sektor industri sebesar 2,61 persen dan
pemerintah sebesar 19,19 persen), pada tahun 1994 menjadi 61,96 persen
(termasuk peranan sektor industri 2,55 persen dan pemerintah sebesar 19,27
persen) pada tahun 1995. Kondisi ini menunjukkan suatu struktur ekonomi
yang semakin seimbang antara sektor pertanian dengan sektor-sektor lainnya.
Dalam analisis lebih lanjut, tampak bahwa sektor pertanian di NTT mengalami
tekanan yang cukup berat terhadap total PDRB semakin menurun tetapi pangsa
relatif tenaga kerja terhadap total curahan tenaga kerja cenderung meningkat
dari 75,17 persen pada tahun 1990 menjadi 79,52 persen pada tahun 1994.
-
Laju pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi yang disertai dengan transformasi struktur ekonomi tersebut membawa
dampak pada peningkatan PDRB per kapita. Pada tahun 1995, PDRB per kapita
telah tercapai sekitar Rp 826,3 ribu, yang lebh tinggi dari angka perkiraan
pada akhir Repelita VI yaitu sekitar Rp. 799,9 ribu, meskipun jauh lebih
rendah dari rata-rata nasional.
-
Perkembangan penanaman modal hingga
bulan September 1996 adalah jumlah PMDN 53 buah proyek dengan jumlah dana
investasi sebesar Rp 91,8 miliar dan PMA sebanyak 17 proyek dengan investasi
sebesar US $ 11,2 juta. Jumlah tenaga kerja yang dapat diserap sebanyak
2.123 orang dan 40 orang tenaga kerja asing. Adanya investasi baru dibidang
peternakan burung Unta, kehutanan dan pabrik air minum diharapkan akan
meningkatkan daya serap tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa pada dua
tahun terakhir Repelita VI target penciptaan tambahan kesempatan kerja
kemungkinan tidak dapat tercapai.
B. BIDANG SOSIAL BUDAYA
-
Daerah Tingkat I Propinsi NTT mencakup
areal seluas 47.876 kilometer persegi atau sekitar 2,7 persen dari luas
daratan Indonesia, namun di pihak lain wilayah ini didiami oleh jumlah
penduduk yang relatif sedikit. Pada tahun 1995 jumlah penduduk propinsi
ini mencapai 3.577,5 ribu jiwa atau dengan kepadatan penduduk rata-rata
sebesar 74,7 jiwa per kilometer persegi. Namun demikian dari jumlah penduduk
tersebut sebear 83,87 persen berpendidikan rendah (29,9 persen tamat SD,
35,5 persen belum tamat SD, 18,4 persen tidak sekolah). Dalam kurun waktu
lima tahun terakhir, 1990-95, laju pertumbuhan penduduk relatif rendah
1,79 persen.
-
Kemajuan di bidang kesehatan menunjukkan
peningkatan, seperti antara lain ditunjukkan oleh angka kematian bayi per
seribu kelahiran hidup yang menurun dari 59 pada tahun 1993 menjadi 54
pada tahun 1995. Disamping itu status gizi pada tahun 1995 dapat digolongkan
menjadi gizi baik 45,6 persen, sedang 36,1 persen dan kurang 18,3 persen.
Sedangkan usia harapan hidup juga telah mengalami kenaikan yang cukup berarti
yaitu dari 62,7 pada tahun 1993 naik menjadi 63,8 pada tahun 1995. Peningkatan
derajat kesehatan masyarakat tersebut didukung oleh peningkatan pelayanan
kesehatan yang makin merata dan makin luas jangkauannya. Pada tahun 1995
telah ada 23 unit rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur 1.582 buah,
dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) serta puskesmas pembantu sebanyak
203 unit.
-
Angka partisipasi kasar sekolah dasar
(SD) juga meng alami peningkatan, dimana pada tahun 1993 baru mencapai
112,95 persen meningkat menjadi 114,21 persen pada tahun 1995. Begitu pula
angka partisipasi kasar sekolah menengah tingkat pertama (SMTP) meningkat
dari 41,54 persen pada tahun 1993 menjadi 49,08 persen pada tahun 1995.
Sedangkan angka partisipasi kasar (APK) baru mencapai 45,7 persen. Tingkat
partisipasi pendidikan ini didukung oleh ketersediaan sekolah yang relatif
memadai, dimana pada tahun 1995 telah tersedia 3.990 unit SD dengan jumlah
guru tercatat sebanyak 26.806 orang guru SD dan setiap guru SD melayani
22 murid.
C. BIDANG FISIK PRASARANA
-
Pembangunan fisik dan prasarana merupakan
salah satu penggerak utama bagi kegiatan perekonomian di suatu daerah.
Pembangunan fisik dan prasarana daerah di Propinsi NTT dilaksanakan oleh
pemerintah dan swasta. Panjang jalan mengalami peningkatan baik jalan nasional,
propinsi maupun jalan kabupaten yang berjumlah 13.355 kilometer pada tahun
1992 menjadi 15.947 kilometer pada tahun 1995. Namun demikian kondisi jalan
pada tahun 1995 hanya 50 persen dalam kondisi baik dan kondisi sedang,
sedangkan sekitar 50 persen kondisinya antara rusak dan rusak berat. Mutu
pelayanan prasarana jalan relatif meningkat, dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya, meskipun jumlah jalan yang mantap baru mencapai sekitar 50%
(jalan nasional, propinsi dan kabupaten), sehingga masih perlu terus ditingkatkan.
-
Ketersediaan prasarana untuk mendukung
transportasi lainnya untuk mununjang prekonomian daerah adalah transportasi
laut dan transportasi udara. Propinsi NTT yang memliki sekitar 28 pelabuhan
laut yang berfungsi sebagai pelabuhan penyeberangan antar pulau maupun
antar propinsi. Disamping itu terdapat 14 pelabuhan udara yang sebagian
besar pelabuhan udara antar pulau. Disamping itu dalam tiga tahun pertama
Repelita VI beberapa fasilitas pelabuhan laut telah diperbaiki dan dibangun
guna untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan diperkirakan sampai
dengan akhir Repelita VI akan diperbaiki dan dikembangkan fasilitas pelabuhan
laut sebanyak 19 buah. Demikian juga telah ada penambahan fasiilitas bandara,
perpanjangan landasan pacu, penambahan fasilitas terminal, yang diperkirakan
sampai dengan akhir Repelita VI akan dikembangkan sebanyak 6 bandara; dan
lain-lain.
-
Pembangunan bidang pengairan, telah
dilaksanakan peningkatan prasarana pengairan, seperti bendung, jaringan
irigasi dan pembangunan embung. Pada tahun 1995, jaringan irigasi yang
ada mengairi sawah seluas kurang lebih 5.080 hektare dan meningkat menjadi
10.580 hektare pada tahun 1996 sehingga membantu peningkatan dan menunjang
produksi pertanian, khususnya dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
NTT dan dalam rangka mencapai swasembada beras.
-
Pembangunan prasarana ketenagalistrikan
di propinsi ini dilayani oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) Wilayah
XI yang dipusatkan di Propinsi Bali, yang meliputi juga Propinsi Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur. Pada tahun 1994/95 telah dibangun
listrik pedesaan untuk sebanyak 375 desa dan meningkat menjadi 436 desa
pada tahun 1995.
-
Pembangunan perumahan dan pemukiman,
khususnya yang diperuntukkan bagi golongan masyarakat menengah ke bawah,
dalam tahun kedua Repelita VI (1995), telah dibangun sebanyak 100 unit
rumah sederhana. Sedangkan cakupan pelayanan air bersih pada dua tahun
terakhir Repelita VI baru mencapai 30 ribu orang pelanggan (Perkotaan),
dan pedesaan mencapai sebanyak 37,5 ribu orang pelanggan.
III. EVALUASI KEMAJUAN PROGRAM
PRIORITAS
A. PENGHAPUSAN KEMISKINAN
-
Pelaksanaan program penanggulangan
kemiskinan atau yang dikenal dengan program Inpres Desa Tertinggal (IDT)
yang merupakan program nasional, telah banyak mengurangi jumlah penduduk
miskin. Pada tahun 1993 penduduk miskin di Propinsi NTT sekitar 756.439
orang atau 21,8 persen dari jumlah penduduk propinsi, jumlah tersebut menurun
menjadi sekitar 748.948 orang atau 20,6 persen dari penduduk propinsi.
Selama 2(dua) tahun (kedua dan ketiga) Repelita VI, telah dilaksanakan
juga program pembangunan prasarana jalan desa (P2JPD), sebagai pendukung
program Inpres Desa Tertinggal dengan alokasi biaya sebesar Rp 15,64 miliar,
telah dibangun kegiatan fisik, yang meliputi; jalan sepanjang 525 Km, jembatan
sepanjang 203 meter, sarana air bersih 171 unit, MCK sebanyak 35 unit dan
1 unit perahu.
-
Pelaksanaan program IDT, sampai dengan
tiga tahun pertama Repelita VI, perguliran dana IDT masih relatif kecil,
karena sebagian keuntungan masih digunakan untuk memperbesar modal/mengembangkan
usaha. Jumlah perguliran dana tahun 1994/95 baru mencapai 25 persen dari
total dana bantuan (modal usaha) Tp 9,4 miliar dan untuk tahun 1995/96
baru mencapai 5,9 persen ddari total dana Rp 10,2 miliar dan untuk tahun
1996/97 belum ada realisasinya. Disamping itu melalui APBD I dan II sampai
dengan tahun ketiga Repelita VI telah dialokasikan sebesar Rp 11,3 miliar
termasuk untuk mendukung P3DT.
-
Di propinsi NTT telah terjadi peningkatan
keluarga sejahtera baik secara absolut maupun secara relatif. Pada tahun
1996 jumlah penduduk yang tergolong keluarga sejahtera I mencapai 8.646
KK dari jumlah 330.379 KK pra sejahtera, sehingga pada tahun yang sama
propinsi NTT telah bebas dari penduduk yang tergolong pra keluarga sejahtera
dan masih sebanyak 321.733 kk yang harus direalisir. Keluarga yang mendapat
dukungan dana dari Yayasan Dana Sejahtera Mandiri berupa tabungan keluarga
sejahtera (TAKESRA) yang terealisir baru mencapai Rp 300,5 juta dari dana
sebesar Rp 732,8 juta dari dana yang dipersiapkan dengan jumlah anggota
151.046 orang (6.650 kelompok. Di samping itu, mereka memperoleh dana kredit
usaha keluarga sejahtera (KUKESRA) secara bertahap.
-
Program makanan tambahan kepada anak
sekolah (PMT-AS), sampai dengan 30 September 1996 jumlah SD/MI yang sudah
melaksanakan PMT-AS sebanyak 82,24 persen atau sebanyak 787 SD/MI dari
total SD/MI sasaran sebanyak 957 unit, dengan jumlah murid sebanyak 109.76653
orang atau sama dengan 80,17 persen dari murid sasaran sebanyak 136.787
orang. Sedangkan dari alokasi dana yang telah dimanfaatkan sampai dengan
September 1996 baru mencapai 16,3 persen dari total dana sebesar Rp4,6
miliar.
B. PEMANTAPAN OTONOMI DAERAH
Salah satu ukuran untuk melihat
semakin mantapnya tingkat otonomi daerah dalam rangka mengatasi permasalahan
pembangunan daerahnya adalah dengan melihat dari jumlah Pendapatan asli
daerah (PAD) menunjukkan peningkatan yang pesat. Selama dua tahun pertama
Repelita VI pertumbuhan PAD di NTT rata-rata mencapai kurang lebih 20 persen
per tahun. Dalam masa itu PAD telah meningkat dari Rp 14,8 miliar pada
tahun 1993/94 menjadi Rp 20,0 miliar pada tahun 1995/96. Peningkatan yang
cukup berarti dari PAD menunjukkan peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai
belanja pembangunan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
tingkat I NTT. Namun demikian apabila dilihat dari permasalahan-permasalahan
yang dihadapi propinsi NTT penerimaan PAD tersebut masih relatif kecil
bila dibandingkan dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan.
C. PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN TATA RUANG
-
Menjadi sasaran penting pula di samping
meningkatnya pendapatan masyarakat berpendapatan rendah; berkurangnya jumlah
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan berkurangnya jumlah
desa tertinggal selaras dengan sasaran penurunan jumlah penduduk miskin
di tingkat nasional; adalah meningkatnya daya dukung sumber daya alam dan
terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup, termasuk menurunnya
luas lahan kritis.
-
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor
24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, pemerintah daerah tingkat I NTT telah
menyusun Rencana tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) dan sudah diperdakan.
Hal ini dimaksudkan agar setiap pembangunan yang dilaksanakan harus mentaati
arahan-arahan pengembangan yang tercantum dalam RTRWP untuk menghindari
agar tidak terjadi tumpang tindih dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang
wilayah yang serasi dan optimal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya
dukung alam, serta memperhatikan kebijaksanaan pembangunan nasional.
D. SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
Keberhasilan pembangunan yang telah
dicapai propinsi NTT selama ini tidak terlepas dari dukungan pembiayaan
baik yang bersumber dari pemerintah maupun swasta atau masyarakat. Namun
demikian pembangunan propinsi NTT masih bertumpu kepada pembiayaan pemerintah,
hal ini berkaitan dengan berbagai keterbatasan sumberdaya yang dapat mengakibatkan
ekonomi biaya tinggi. Meskipun keterbatasan anggaran pemerintah, anggaran
pembangunan tetap mendapatkan prioritas utama. Hal ini dapat dikemukakan
bahwa dalam tiga tahun pertama Repelita VI (1994/95 - 1996/97) anggaran
pemerintah terus mengalami peningkatan dari Rp 414.3 miliar pada tahun
1994/95 meningkat menjadi Rp 495,3 miliar pada tahun 1996/97 (jumlah dari
APBN, APBD termasuk PAD I dan II). Sedangkan pembiayaan dari sektor swasta
baru mencapai sekitar Rp. 4.298,5 miliar atau baru sekitar 12 persen. Sedangkan
perbandingan investasi yang diharapkan dalam Repelita VI, investasi swasta
sebesar 50 persen dan pemerintah 50 persen.
IV. UPAYA PEMBANGUNAN SELANJUTNYA
Sebagaimana diketahui bahwa Propinsi
NTT merupakan daerah yang kering dan kurang subur. Hal ini karena disamping
tanahnya yang sebagian berupa karang, rendahnya musim hujan, yang dalam
setahun musim hujan kurang lebih hanya selama 4-5 bulan. Disamping itu,
rendahnya daya dukung sumber daya alam dibandingkan perkembangan kebutuhan
manusia dan pembangunan. Beberapa masalah lain yang masih dihadapi Propinsi
NTT adalah masalah kemiskinan struktural, kualitas SDM yang belum memenuhi
kebutuhan pembangunan baik yang menyangkut fisik maupun non fisik, dengan
indeks pembangunan manusia (IPM) yang baru mencapai 46; struktur yang belum
seimbang dan masih didominasi oleh sektor pertanian yang produktivitas
dan pertumbuhannya masih relatif rendah; prasarana dan sarana pembangunan
belum mencukupi kebutuhan masyarakat dan pembangunan; dan lain-lain.
Dalam upaya mengatasi kendala dan
masalah tersebut, dan untuk mempercepat peningkatan pertumbuhan ekonomi
dalam rangka mencapai sasaran pembangunan dalam sisa waktu Repelita VI
beberapa upaya yang dapat ditempuh, adalah melalui program pembangunan
strategis yang lebih diarahkan pada pembangunan ekonomi rakyat, yang meliputi
:
-
Pengembangan mutu sumberdaya manusia
melalui (a) program peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan
masyarakat yang meliputi pemberantasan penyakit menular, peningkatan gizi
masyarakat, peningkatan kesehatan lingkungan, peningkatan pelayanan air
bersih dan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan (mepiputi penambahan
jumlah puskesmas pembantu, puskesmas keliling; (b) program peningkatan
mutu pendidikan formal dan non formal yang meliputi peningkatan sarana
pendidikan termasuk pembangunan SD kecil dan SMP kecil pada desa-desa terpencil;
penambahan tenaga dan peningkatan mutu guru melalui program penyetaraan;
peningkatan mutu dan jumlah sarana dan prasarana pendidikan termasuk penambahan
pembangunan sekolah kejuruan dan program pendidikan yang dilaksanakan swasta,;
pendidikan non formal meliputi peningkatan fasilitas pelatihan BLK, pelatihan
keterampilan tenaga kerja, pemagangan industri kecil dan kerajinan, dan
pemantapan dan perluasan sekolah lapang tani.
-
Penanggulangan kemiskinan yang ditujukan
untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pendapatan masyarakat melalui
peningkatan kegiatan ekonomi rakyat dan mandiri dan berorientasi pasar,
pengembangan koperasi dan pembinaan usaha kecil, perluasan lapangan kerja
dan lapangan usaha dalam rangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
rakyat di pedesaan, peningkatan dan pengembangan jiwa kewirausahaan.
-
Pembangunan Ekonomi yang tetap bertumpu
padan pembangunan ekonomi rakyat dengan basis agribisnis dan industrialisasi
pedesaan yang berorientasi pasar, peningkatan sarana dan prasarana pembangunan
termasuk perhubungan, penyediaan air bersih yang cukup (cakupan untuk perdesaan
baru mencapai 51,6%/1995 dan perkotaan baru mencapai 64,72%/1995), penyediaan
listrik (baru mencapai 30%/1995) menjadi 75%/akhir Repelita VI) dan kebijaksanaan
fiskal dan moneter, pembangunan kehutanan (pelestarian kayu cendana), pengembangan
kawasan industri termasuk kawasan Mbay sebagai pusat pertumbuhann yang
diarahkan pada pertanian berbasis agribisnis, industrialisasi perdesaan
dan pariwisata.
-
Pengembangan teknologi tepat guna
baik teknik produksi maupun pola pengolahan hasil pertanian dan pemasaran
hasil-hasil pertanian, penelitian ekonomi pedesaan untuk mengungkapkan
dinamika pembangunan ekonomi pedesaan, pengembangan lembaga-lembaga penelitian
dan pengkajian teknologi tepat guna untuk pengembangan pertanian, pengelolaan
sumber air baku (untuk minum, pertanian lahan basah dan kering) dan industri.
-
Penataan Ruang, selain RTRWP dan RTRWK
yang sudah diperdakan diperlukan pengaturan tata ruang mengenai perwilayah
komoditi, kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan pariwisata, pola pengembangan
kota-kota, pola pengembangan pariwisata, pola pengambangan KAPET Mbay dan
16 kawasan andalan.Diharapkan agar setiap pembangunan yang akan dilaksanakan
diharuskan mengikuti arahan rencana tata ruang kawasan tersebut.
-
Pengembangan Sistem Perhubungan melalui
peningkatan dan perluasan sistem jaringan perhubungan yang dapat memperlancar
dan mempercepat peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dalam upaya pengentasan
kemiskinan diperlukan dukungan sarana dan prasarana yang dapat memacu kegiatan
pere-konomian khususnya kegiatan perdagangan antar pulau seperti pembangunan
dermaga penyeberangan dan Kapal Penyeberangan untuk mendukung perekonomian
Rakyat. Dalam meningkatkan jalan dilaksanakan rehabilitasi dan pemeliharaan
jalan yang meliputi : (1) ruas Tenau-Kupang-Oesao-Bokong; (2) peningkatan
jalan lintas Oelmasi-Sulamu-Oepoli untuk mendukung pemindahan ibu kota
kabupaten Kupang ke Salamu, (3) pembangunan jalan lintas utara Flores yang
mencakup ruas Larantuka-Maumere-Donga-Reo-Labuhan Bajo, (4) pengembangan
jaringan jalan dikota Mbay dan kawasan industri Bolok; peningkatan kapasitas
bongkar muat pelabuhan Tenau, Waingapu, Atapupu dan Reo serta peningkatan
status pelabuhan Muarapokot; peningkatan bandar udara El-Tari; Arubusman
Mauhau, Labuhyan Bajo, Tambolaka.
-
Pengembangan Kepariwisataan yang meliputi
agrowisata, wisata budaya, wisata bahari dan wisata religius antara lain
obyek wisata P. Komodo, Kelimutu, Taman Laut, Desa tradisional, Pasola,
Uapcara Adat; pengembangan obyek-obyek pariwisata di Moni, Riung, Nambrala
termasuk fasilitas jalan, listrik, sarana angkutan.