PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN TERPADU
Strategi Pengentasan Kemiskinan dan Pemerataan Pembangunan Antar Daerah
 
 

Pendahuluan

Sesuai dengan amanat Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, bahwa "Pertumbuhan ekonomi telah pula memungkinkan terjadinya pemerataan pembangunan sehingga rakyat telah makin menikmati hasil-hasilnya serta lebih aktif terlibat dalam upaya pembangunan. Dalam pembangunan Jangka Panjang Pertama, pembangunan telah menyebar di seluruh penjuru tanah air dan jumlah rakyat yang hidup di dalam kemiskinan telah sangat banyak berkurang. Upaya untuk lebih memeratakan pembangunan serta menghilangkan kemiskinan dan keterbelakangan masih perlu dilanjutkan dan ditingkatkan." Amanat GBHN 1993 di atas sebenarnya sangat terkait dengan yang telah diamanatkan dalam GBHN 1988 sebelumnya, bahwa "Dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah Indonesia, maka pembangunan daerah perlu terus ditingkatkan. Demikian pula laju pertumbuhan antar daerah dan antara desa-kota perlu makin diserasikan. Selanjutnya perhatian khusus perlu diberikan kepada daerah yang relatif tertinggal, daerah terpencil, daerah perbatasan, dan juga daerah minus dan padat penduduk. Dengan demikian diharapkan pemerataan pembangunan daerah dapat dilakukan secara terpadu dan serasi sesuai dengan prioritas dan potensi daerah, dalam satu kesatuan kerangka pembangunan nasional." GBHN 1988 dan 1993 sebenarnya secara tegas juga telah menyatakan bahwa orientasi pembangunan ditekankan kepada pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya kemakmuran yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; sebagaimana tercermin di dalam urutan trilogi pembangunan dalam Repelita V yang lalu dan Repelita VI yang akan datang.

Sejalan dengan tujuan pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan tersebut di atas, maka sejak dari awal Repelita V telah dicanangkan Program Pengembangan Kawasan Terpadu; atau yang lebih dikenal dengan Program PKT. Program PKT adalah suatu program pembangunan yang dirancang secara khusus untuk menanggulangi kemiskinan dan sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah yang relatif tertinggal. Daerah tersebut pada umumnya belum tersentuh oleh program-program pembangunan yang ada karena dihadapkan pada permasalahan khusus seperti lokasi yang terpencil, sumberdaya yang terbatas, kondisi lahan yang kritis dan minus, kumuh, pelayanan dasar yang sangat kurang, dan hal-hal lain yang merupakan kendala utama dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pelaksanaan Program PKT dilakukan dengan melalui peningkatan kemampuan sumberdaya manusia yang bersangkutan dan mendorong perkembangan wilayahnya. Hal tersebut dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat dan ditujukan untuk secara langsung dapat membantu masyarakat di daerah pedesaan/kawasan tersebut.

Sebagai suatu program yang mendukung sasaran kebijaksanaan pengentasan kemiskinan, program PKT ini sangat diperlukan; khususnya dengan mempertimbangkan bahwa sampai dengan pada akhir Repelita V di Indonesia masih banyak dijumpai kawasan atau daerah tertentu, terutama di daerah pedesaan, yang penduduknya hidup dibawah garis kemiskinan.
 
 

Konsepsi Dasar Program PKT

Program PKT bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah dan merangsang perkembangan kegiatan sosial ekonomi pada daerah-daerah dengan karakteristik: (i) perbatasan negara, (ii) pantai dan kepulauan, (iii) terbelakang (secara sosial, ekonomi dan fisik), (iv) memiliki tekanan penduduk yang tinggi, (v) potensial/subur namun belum dimanfaatkan dan dikembangkan, (vi) terpencil dan terisolir, (vii) kritis, minus, kering dan pasang surut, serta (viii) daerah lainnya yang menghadapi permasalahan khusus (seperti kumuh, tingginya kesenjangan sosial, dan sebagainya).

Secara geografis, lingkup kawasan yang menjadi cakupan daerah penanganan program PKT adalah satu kecamatan atau UDKP (Unit Daerah Kerja Pembangunan), dan bila diperlukan dimungkinkan meliputi lebih dari satu kecamatan dengan penanganan secara terpadu; yakni apabila terdapat permasalahan yang saling berkaitan dan berpengaruh di antara kecamatan-kecamatan yang satu sama lain saling berbatasan tersebut.

Pengertian terpadu yang dimaksud dalam penanganan yang terpadu tersebut adalah bahwa pelaksanaan program dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang bersifat multi sektor dalam memecahkan permasalahan utama kawasan yang bersangkutan. Pada dasarnya terdapat tiga aspek penting yang menjadi sasaran utama program PKT, yaitu: (i) peningkatan kesejahteraan dan mutu sumberdaya manusia, (ii) perbaikan mutu lingkungan hidup kawasan dimana penduduk miskin tersebut tinggal, dan (iii) pembangunan wilayahnya; atau yang secara populer ketiga sasaran pokok tersebut dapat dikatakan sebagai (i) bina manusia, (ii) bina lingkungan, dan (iii) bina wilayah.

Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran program, maka pelaksanaan PKT pada umumnya ditekankan pada daerah-daerah yang belum terjangkau oleh program-program pembangunan, namun dapat juga digunakan untuk menangani permasalahan yang timbul akibat adanya pelaksanaan program pembangunan berskala besar di suatu daerah. Untuk mencapai sasaran program PKT, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pengembangan wilayah secara terpadu yang disesuaikan menurut permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing kawasan atau daerah. Jadi jelas bahwa penanganan program PKT tidaklah secara sektoral, melainkan lintas sektoral yang ditangani secara terpadu dengan pendekatan perwilayahan.

Pelaksanaan program PKT sepenuhnya melibatkan Pemerintah Daerah dan masyarakat dengan memberikan peluang yang lebih besar kepada lembaga swadaya masyarakat, kaum wanita, kaum muda dan organisasi masyarakat lainnya untuk dapat berperanserta. Diharapkan dengan cara tersebut, hasil pelaksanaan PKT akan secara langsung dapat meningkatkan kemampuan masyarakat, merangsang perkembangan sosial ekonomi masyarakat dan mendorong serta mempercepat perkembangan wilayah yang ditangani. Di lain pihak, bagi aparat Pemerintah Daerah Tingkat II hal ini secara langsung akan meningkatkan kemampuan mereka dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di daerahnya masing-masing, sesuai dengan kebijaksanaan dan strategi pembangunan daerah serta kebutuhan riil masyarakat setempat. Para aparat Pemda Tk.II juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuannya, khususnya dalam latihan (exercise) mengkoordinasikan berbagai instansi teknis yang terlibat dalam pelaksanaan program PKT di daerahnya masing-masing.

Program PKT diberikan dalam bentuk bantuan proyek-proyek yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penghasilan, kemampuan berusaha, dan meringankan beban hidup masyarakat berpenghasilan rendah. Disamping itu juga dapat diberikan dalam bentuk modal dasar (initial capital) kepada masyarakat untuk dapat mengembangkan kegiatan perekonomian mereka secara berkelanjutan melalui sistem perguliran (revolving), serta bantuan prasarana/sarana fisik penunjang peningkatan produksi, pemasaranan produksi, dan perbaikan lingkungan hidup.
 

Kriteria Program PKT

Sesuai dengan sasaran pokok kegiatannya, Program PKT pada dasarnya antara lain dapat dialokasikan kepada kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

Berkenaan dengan upaya untuk mewujudkan hal-hal tersebut di atas, beberapa jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan antara lain adalah: (i) peningkatan produksi, (ii) peningkatan sumberdaya manusia, (iii) penguatan kelembagaan, (iv) pengembangan usaha, (v) peningkatan prasarana dan sarana fisik sederhana, dan (vi) peningkatan landasan sumberdaya alam dan kualitas lingkungan hidup.

Dalam rangka mencapai sasaran program, kelompok masyarakat sasaran program PKT pada dasarnya adalah:

Pada hakekatnya pemilihan kelompok sasaran program PKT diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah. Dalam rangka mempermudah koordinasi penanganan kelompok sasaran tersebut, sebaiknya perlu dibentuk kelompok-kelompok masyarakat (calon) penerima bantuan yang disesuaikan dengan bidang kegiatannya. Kelompok sasaran tersebut diharapkan dapat menjadi embrio organisasi kemasyarakatan yang perlu terus dibina dan dikembangkan untuk mampu menjamin kelangsungan dan kesinambungan program, serta dapat berperanan aktif dalam pembangunan daerah dan masyarakat setempat.
 

Kinerja Perkembangan Program PKT

Program PKT yang mulai dilaksanakan dalam Repelita V, tepatnya pada TA 1989/90, telah berkembang dari tahun ke tahun, baik dari segi jumlah dana maupun jumlah kawasan yang ditangani. Pada TA 1989/90 sebagai 'pilot project' telah dialokasikan dana bagi program PKT sebesar Rp 2,4 milyar, yang digunakan untuk menangani 12 kawasan terpilih pada 12 propinsi. Hasil pemantauan dan evaluasi yang telah dilaksanakan terhadap pelaksanaan PKT pada 12 kawasan terpilih tersebut menunjukkan bahwa program PKT dapat secara optimal mencapai sasaran dan tujuan dalam rangka penanggulangan/ pengentasan kemiskinan pada masing-masing kawasan. Dari sudut pengelola, pemerintah daerah penerima juga telah memberikan tanggpan yang sangat baik dan positif, serta menganggap bahwa program PKT ini dapat menyentuh daerah-daerah yang selama ini relatif kurang mendapatkan perhatian dan alokasi proyek-proyek pembangunan sektoral. Dirasakan pula bahwa program PKT ini memberikan kesempatan yang lebih besar kepada pihak pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dan potensi yang mereka miliki.

Dengan mempertimbangkan hasil pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program PKT pada TA 1989/90 tersebut, pada tahun 1990/91 Pemerintah Pusat telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 35 milyar yang digunakan untuk membiayai program PKT pada 112 kawasan yang tersebar pada 97 kabupaten di 26 propinsi. Pada tahun anggaran berikutnya, jumlah anggaran yang telah dialokasikan berjumlah Rp 70 milyar, yang berarti telah mengalami kenaikan dua kali lipat dibandingkan tahun anggaran 1990/91, yang telah dialokasikan kepada 215 kawasan terpilih yang tersebar pada 147 daerah tingkat II di 27 propinsi. Pada TA 1991/92, khususnya bagi Propinsi Timor Timur, telah dilaksanakan pula kerjasama antara Pemda Timor Timur dengan ABRI melalui Program Operasi Teritorial yang diselenggarakan pada 5 daerah tingkat II di Timor Timur.

Selanjutnya dengan didasarkan pada pengalaman pelaksanaan pada tiga tahun sebelumnya yang dinilai telah berhasil memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kebijaksanaan pengentasan kemiskinan pada kawasan-kawasan terpilih, Pemerintah Pusat merasa berkepentingan untuk memberikan alokasi yang lebih besar lagi bagi program PKT ini, sebagaimana tersirat di dalam pidato Bapak Presiden RI di depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat dalam mengantar nota keuangan dan RAPBN 1992/93 yang lalu, dimana pada TA 1992/93 Pemerintah Pusat telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 160 milyar yang secara nasional telah dialokasikan pada 480 lokasi kecamatan pada 253 daerah tingkat II di 27 propinsi di Indonesia. Peningkatan anggaran sebesar lebih dari dua kali lipat tersebut menunjukkan perhatian Pemerintah Pusat yang sangat besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan kawasan/wilayah pada daerah-daerah yang relatif terbelakang. Peningkatan jumlah anggaran tersebut setidaknya juga mengindikasikan kepada kita bahwa orientasi pemerataan pembangunan dalam rangka pengentasan kemiskinan masih terus akan diprioritaskan oleh Pemerintah.
 

Program PKT sebagai upaya terobosan kebijaksanaan pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan antar daerah

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, ditinjau dari konsep, kriteria dan sasaran pokoknya, pada prinsipnya program PKT telah dirancang secara khusus dan diarahkan kepada upaya untuk dapat menanggulangi kemiskinan dan sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada daerah-daerah yang relatif masih tertinggal. Sedangkan dikaitkan dengan jenis kegiatan-kegiatan pokoknya, yang tercermin di dalam "tiga bina" tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya program ini memang tidak saja diarahkan kepada upaya peningkatan harkat hidup dan kesejahteraan masyarakat yang masih dalam kondisi miskin dan terbelakang (bina manusia), akan tetapi memperhatikan pula perlunya pengembangan wilayah melalui peningkatan produksi dan prasarana pendukungnya (bina wilayah) serta dengan tidak mengabaikan perlu dipertimbangkannya kualitas lingkungan hidup (bina lingkungan).

Secara terinci penjabaran ketiga "bina" tersebut ke dalam jenis-jenis program kegiatan yang layak untuk dibiayai melalui pendanaan PKT (enam kegiatan) adalah:

Berdasarkan penjabaran rincian program kegiatan PKT di atas, dapat kita lihat bahwa penekanan yang lebih besar kepada satu program kegiatan dibandingkan dengan yang lainnya, sangatlah tergantung dari permasalahan dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing kawasan/wilayah secara spesifik. Akan tetapi mengingat kebutuhan pendanaan antara satu jenis kegiatan dengan jenis kegiatan lainnya sangatlah berbeda, dengan penyerapan terbesar biasanya kepada kegiatan fisik dan produksi, maka perbedaan jumlah alokasi dana bukanlah merupakan acuan mengenai jenis kegiatan yang diprioritaskan.

Beragamnya jenis kegiatan yang dibutuhkan oleh suatu kawasan yang miskin dan terbelakang, menunjukkan bahwa pada hakekatnya satu-satunya program pembangunan yang dapat dilaksanakan secara terpadu dengan memberikan kesempatan yang sama pada kegiatan-kegiatan yang beragam tersebut, hanyalah program PKT; mengingat program ini tidaklah dirancang untuk membiayai suatu kegiatan tunggal (single activity), melainkan kegiatan-kegiatan yang beraneka ragam (multiple activities) melalui satu penanganan yang dilakukan secara lintas sektoral dan terpadu.

Dengan mempertimbangkan banyaknya jenis kegiatan yang dapat dicakup, sudah barang tentu memberikan konsekuensi relatif kecil dan meratanya (tersebarnya) alokasi dana yang dapat disediakan bagi suatu kegiatan tertentu. Berkenaan dengan terbatasnya alokasi dana yang disediakan untuk beragam kegiatan dalam skala satu kecamatan, maka jelas bahwa pada prinsipnya program PKT ini diarahkan kepada penanganan permasalahan dari beberapa aspek yang ada di kawasan/wilayah kecamatan tertentu, dengan penanganan yang relatif sifatnya sederhana dan permulaan (preliminary solving). Mengingat seluruh jenis kegiatannya berskala kecil dan beragam, maka dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya program PKT ini sangatlah berorientasi kepada strategi pemerataan pembangunan. Pemerataan disini dapat diartikan berorientasi sektoral, apabila dikaitkan dengan beragamnya dan tersebarnya jenis kegiatan dalam suatu kecamatan tertentu; maupun bila diartikan berorientasi regional, yang berkenaan dengan upaya suatu kecamatan/kabupaten untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan dari suatu daerah yang relatif tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya agar dapat memiliki kondisi sosial ekonomi yang relatif lebih tinggi.

Selanjutnya apabila dikaitkan dengan jenis-jenis kegiatan yang berskala kecil, baik yang sifatnya fisik maupun non fisik, program PKT terlihat memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat setempat untuk dapat terlibat secara langsung dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang diperlukan pada suatu kawasan tertentu. Dengan dilibatkannya masyarakat secara intensif dan ekstensif kepada satu atau lebih kegiatan tertentu, maka secara tidak langsung akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Sebagai contohnya dapat dikemukakan disini seperti kegiatan pembangunan prasarana jembatan desa sederhana yang dilakukan secara swakelola, partisipasi masyarakat akan sangat mendukung penyelesaian pekerjaan, selain dari mereka sendiri juga memperoleh tambahan penghasilan yang berasal dari upah bekerja pembangunan jembatan tersebut. Jadi terlihat setidaknya terdapat tiga aspek positif terhadap masyarakat setempat yang dapat dipelajari dari contoh pelaksanaan pekerjaan secara swakelola tersebut, yakni:

Selanjutnya apabila dikaitkan dengan kegiatan peningkatan produksi yang diterimakan kepada masyarakat miskin yang potensial dan produktif (MPP), dirasakan perlu adanya suatu penseleksian yang lebih baik bagi penentuan kelompok sasaran penerima bantuan. Hal tersebut sangat perlu dilakukan mengingat penerimaan bantuan yang sifatnya bersyarat tersebut kesinambungannya hanya dapat dilaksanakan apabila kelompok penerima bantuan pertama itu dapat memelihara untuk selanjutnya digulirkan kepada kelompok kedua dan selanjutnya. Sebagai contohnya disini dapat dikemukakan bantuan ternak yang digunakan untuk dapat meningkatkan produksi dan pendapatan peternak, hanya dapat dijamin kesinambungannya dengan penerapan sistem perguliran (revolving) dari kelompok penerima pertama dan kedua dan seterusnya.

Sebagai antisipasi terhadap jangka waktu pelaksanaan bantuan yang hanya satu tahun, dihadapkan pada waktu pelaksanaan riil kegiatan yang pada umumnya membutuhkan waktu lebih dari satu tahun, maka jelas kesinambungan program hanya dapat terjadi apabila pemerintah daerah setempat (kecamatan dan Dati II) dapat memberikan kontribusi pendanaan dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan kegiatan PKT ini. Oleh karena itu memang sangat beralasan apabila bantuan PKT ini kita anggap hanya sebagai perangsang (stimulan) bagi suatu kegiatan tertentu, dengan jumlah bantuan yang relatif kecil dan tersebar, sehingga dalam tahap lanjutan dari masing-masing kegiatan, kontribusi pendanaan tidak begitu memberatkan pihak daerah.

Beberapa ilustrasi di atas setidaknya dapat mencerminkan bahwa program PKT ini selain mencoba untuk mengupayakan penanggulangan kemiskinan melalui strategi pemerataan kegiatan (pembangunan) sektoral yang dilakukan secara terpadu (lintas sektoral) dengan menggunakan pendekatan perwilayahan.
 

Keterlibatan Pemerintah Daerah Tingkat II dalam pengelolaan Program PKT

Sebagaimana telah dimaklumi bahwa program PKT ini merupakan program tahunan dengan jumlah dana yang relatif cukup besar untuk skala ekonomi suatu wilayah kecamatan. Di lain pihak, kecamatan-kecamatan yang terpilih biasanya merupakan kecamatan miskin dan terbelakang, sehingga menciptakan konsekuensi besarnya rentang dan banyaknya jenis kegiatan yang dibutuhkan kecamatan yang bersangkutan; walaupun, sekali lagi, peningkatan produksi dan fisik tetap masih mendominasi kebutuhan mereka. Untuk itu dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan jumlah dana yang relatif besar dengan beragamnya jenis kebutuhan (needs) dari masing-masing kecamatan, maka diperlukan adanya pemrioritasan dari beragam jenis kegiatan yang dibutuhkan.

Prioritas usulan kegiatan dari suatu daerah, yang mencerminkan aspirasi masyarakat/daerah, secara riil hanya diketahui oleh daerah/masyarakat yang bersangkutan. Untuk itu pada hakekatnya kegiatan yang dibiayai melalui pendanaan PKT diharapkan dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan dari masyarakat/daerah yang bersangkutan. Mekanisme dan prosedur perencanaan program PKT sendiri secara jelas juga telah mengemukakan bahwa usulan kegiatan PKT yang diajukan kepada Pemerintah Pusat (Tim Pengarah Program PKT - TP3KT) haruslah berasal dari bawah (bottom-up) dengan seleksi bertahap yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II) dan Tingkat I) serta TP3KT) secara berurutan. Dari mekanisme dan prosedur perencanaan tersebut jelas terlihat bahwa Pemda Tingkat II merupakan ujung tombak perencanaan program PKT pada kecamatan-kecamatan (calon) penerima bantuan PKT yang berada di wilayahnya masing-masing.

Sebagai suatu instansi perencana, Bappeda Tingkat II diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar kepada setiap tahap pengelolaan program PKT ini, utamanya dalam tahap perencanaannya. Di dalam tahap perencanaan dan sekaligus persiapan pelaksanaannya, Bappeda Tingkat II dengan dibantu secara teknis oleh instansi-instansi teknis terkait di Dati II melakukan penseleksian dan pemrioritasan serta penyempurnaan dari usulan yang diajukan oleh kecamatan-kecamatan yang berada di wilayahnya masing-masing. Untuk itu dalam tahap pra-pelaksanaan ini perlu dilakukan koordinasi dan konsultasi yang intensif antara instansi teknis terkait dengan pihak kecamatan melalui koordinasi yang dilakukan Bappeda Tingkat II. Setelah melalui koordinasi dan konsultasi, usulan kecamatan terpilih yang merupakan seleksi Dati II tersebut diteliti kembali oleh Tim Pembina Program pada Dati I yang dikoordinasikan oleh Bappeda Tk.I dengan melibatkan seluruh instansi terkait Dati I, yang bertanggung jawab terhadap efektifitas usulan yang diajukan oleh instansi teknis Dati II.

Pada tahap pelaksanaan kegiatan PKT, Bappeda Tingkat II selaku instansi di tingkat II yang ditunjuk selaku pemimpin proyek (pimpro) yang melaksanakan fungsi koordinasi instansi teknis terkait, kembali harus melakukan tahap selanjutnya dari fungsi pengelolaan (manajemen) PKT yakni pemantauan dan supervisi kepada pelaksanaan proyek di tingkat kecamatan; utamanya untuk mendapatkan laporan status kemajuan fisik dan realisasi daya serap keuangan yang telah dilaksanakan oleh pelaksana proyek. Laporan pemantauan tersebut harus secara berkala (bulanan dan triwulanan) dilaporkan kepada Tim Pembina dan Pengendali di Tingkat I untuk selanjutnya diteruskan kepada TP3KT di Pusat.
 

Isyu pelaksanaan Program PKT selama Repelita V

Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi yang telah dilakukan TP3KT terhadap pelaksanaan Program PKT selama tiga tahun terakhir ini, dapat dikemukakan disini bahwa beberapa isyu yang menonjol untuk dijadikan pertimbangan perlunya penyempurnaan terhadap konsepsi dasar Program PKT antara lain sebagai berikut:

Penutup

 

 

Program PKT sebagai suatu program yang diarahkan bagi pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan, perencanaannya didasarkan pada kebutuhan nyata dari masyarakat kelompok sasaran pada kawasan yang terpilih, serta sepenuhnya dikelola dan dilaksanakan oleh masyarakat beserta aparat Pemerintah Daerah setempat. Dengan tetap berprinsip pada proses perencanaan dari bawah (bottom-up) yang relatif lebih 'target oriented', maka jelas bahwa peranan Bappeda Tingkat II sebagai instansi perencana di tingkat lokal sangat penting dalam keberhasilan Program PKT ini.

 

Dengan demikian dapatlah kita simpulkan bahwa Bappeda Tingkat II sangat vital peranannya dalam pengelolaan program PKT di daerahnya masing-masing. Walaupun penseleksian akhir usulan program dan pengalokasian dana masih dilakukan oleh TP3KT di Pusat), namun secara substansi dan sasaran kegiatan, Bappeda Tingkat II selaku pelaksana proyek sangatlah bertanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan proyek PKT tersebut. Dapat dilihat pula bahwa sejak dari tahap perencanaan, persiapan pelaksanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan supervisi ke tingkat kecamatan, Bappeda Tingkat II sangat dituntut peranan aktifnya. Dikaitkan dengan rencana peletakan titik berat otonomi pada daerah tingkat II, sebagaimana telah diamanatkan dalam PP No. 45 Tahun 1992, maka program PKT ini paling tidak dapat dijadikan latihan (exercise) bagi Pemda Tingkat II untuk menyongsong terwujudnya pelaksanaan otonomi daerah di masa yang akan datang.